Bapak Joko tampak bingung ketika memasuki ruang rapat di
salah satu gedung perusahaan ternama di Jepang. Ia menemukan banyak muka masam
yang melihat ke arahnya. Ketika ia duduk dan mulai berbicara, ekspresi masam
tersebut tidaklah juga hilang, tapi malah bertambah. Ada apa gerangan? Apa yang
salah? Ternyata Pak Joko terlambat 15 menit memasuki ruang rapat. Tak hanya
itu, ia langsung memulai percakapan, dengan anggapan hal tersebut bisa
menghemat waktu semua orang yang hadir.
Banyak pebisnis, terutama mereka yang sering bepergian, akan
menemukan berbagai kebiasaan atau adat yang tidak mereka pahami. Perilaku dan
tata cara dalam berbisnis bisa jadi berbeda-beda. Banyak yang bisa kita
pelajari dari budaya luar tersebut, walau memang terkadang mengundang
kebingungan sekaligus kekaguman. Bagi Pak Joko, terlambat 15 menit di negara
asalnya sudah dianggap lumrah. Ketika ia langsung berbicara untuk menghemat
waktu, di negaranya mungkin dianggap sebagai tindakan yang praktis dan to the
point. Tetapi, di Negara Jepang, ternyata hal itu dianggap sebagai tindakan
yang kurang sopan.
Di balik kebiasaan di setiap negara, tersimpan suatu tata
krama dan tata cara khas yang menyiratkan budaya mereka. Pastinya, tidak semua
bisa cocok jika diterapkan di tempat lain. Tetapi, kita harus memahami budaya
suatu negara jika ingin berbisnis dan berinteraksi di negara tersebut. “Lain
padang, lain belalang”.
Ibarat kata, di mana tanah dipijak, di situlah langit
dijunjung. Kita harus menghormati budaya orang lain jika kita memang berniat
untuk menjalin kerja sama. Hal ini berlaku untuk kedua belah pihak. Tak hanya untuk
pihak yang berkunjung, pihak tuan rumah pun sebaiknya menghormati budaya pihak
yang berkunjung. Tetapi biasanya, pihak yang berkunjunglah yang harus lebih
menghormati pihak tuan rumah.
Coba kita amati sejenak bagaimana kebiasaan para pebisnis di
negara matahari terbit. Orang-orang Jepang cenderung formal dan resmi dalam
mengadakan suatu perjanjian atau pertemuan bisnis. Bagi kita, orang asing (atau
“Gaijin”, sebutan orang Jepang untuk orang asing), kebiasaan berbisnis Jepang
nampak sangat kental dengan budaya dan tradisinya, yang kemungkinan terasa kaku
atau tidak terlalu cocok untuk diterapkan begitu saja di negara kita, dan
bahkan di negara barat sekalipun.
Namun, jika kita perhatikan lebih dalam, ternyata banyak hal
yang memang patut ditiru, seperti kebiasaan untuk lebih menghormati orang yang
lebih tua, teliti dalam memperhatikan setiap detail, dan bahkan komitmen untuk
bersenang-senang setelah menyelesaikan pekerjaan. Berikut adalah beberapa
tradisi atau kebiasaan yang bisa kita amati dan bagaimana kita bisa
mengadaptasinya untuk lebih memperkaya tata cara berbisnis kita.
Hormati
Kartu Nama Orang Lain
Sebuah meeting di Jepang selalu dimulai dengan ritual
pertukaran kartu nama yang dilakukan secara formal dan resmi. Ritual ini
dinamakan Meishi Kokan. Dalam proses pertukaran kartu nama, orang yang diberi
kartu menerimanya dengan kedua tangan, membaca kartu nama tersebut dengan
teliti, membaca tulisan yang ada hingga terdengar oleh semua orang, lalu
meletakkannya dalam tempat kartu nama, atau di atas meja di depannya (sehingga
bisa langsung dibaca kembali apabila diperlukan). Kartu nama tidak pernah
ditaruh di dalam kantong, karena dianggap tak sopan.
Pelajaran yang bisa diambil: Pertukaran kartu nama adalah
cara untuk mengekspresikan rasa hormat dan menganggap penting orang lain dalam
suatu pertemuan. Ini menunjukkan Anda menghargai pertemuan tersebut, sama
dengan halnya Anda akan menghargai pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Mungkin akan terlihat konyol
apabila Anda benar-benar melakukan tradisi Meishi Kokan di tempat lain. Tetapi,
jika Anda menerima kartu nama dari orang lain, usahakanlah untuk membaca dan
menyerap semua informasi yang ada di dalamnya. Tidak ada ruginya berusaha untuk
mengingat nama lengkap orang tersebut. Sebaliknya, Anda akan terlihat kasar dan
tidak sopan jika Anda langsung menjejalkan kartu nama tersebut ke dalam kantong
terdekat.
Mengalah
pada yang Lebih Tua
Sudah merupakan kebiasaan dalam meeting di Jepang untuk
selalu memberi kesempatan pada orang yang lebih tua dan mempunyai jabatan
tertinggi untuk memberikan pendapat atau komentar terlebih dahulu. Orang yang
lebih tua juga selalu paling diperhatikan pendapat dan nasihatnya. Ketika
membungkuk—tradisi menyapa Jepang—kita harus selalu membungkuk lebih dalam
kepada orang-orang yang lebih senior.
Pelajaran yang bisa diambil: Budaya bisnis Jepang menghargai
mereka yang lebih senior untuk kebijaksanaan dan pengalaman yang mereka bagikan
ke perusahaan. Di Jepang, umur adalah sama dengan pangkat. Jadi, semakin tua
seseorang, semakin dianggap penting pulalah dia.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Kita bisa berusaha untuk
sedikit mengalah kepada orang-orang yang lebih senior atau mereka yang
berpangkat lebih tinggi. Jika Anda tidak setuju/berselisih pendapat dengan seorang
manajer, keluarkan keluhan Anda secara pribadi di ruangan tertutup. Jangan
pernah mempertanyakan otoritas dan kekuasaannya di depan orang lain. Ketahuilah
bahwa mereka yang berada di atas Anda itu adalah memang orang-orang yang layak
dipromosikan karena keahlian dan pengalaman mereka. Lain halnya jika mereka
yang berada di atas Anda itu mencapai jabatannya lewat KKN, nepotisme dan suap.
Anda lebih baik keluar dari perusahaan tersebut.
Tanamkan
Motivasi Melalui Slogan
Banyak perusahaan Jepang memulai hari mereka dengan meeting
pagi, dimana para pekerja berbaris dan menyanyikan slogan perusahaan sebagai
salah satu cara untuk menanamkan motivasi dan kesetiaan terhadap perusahaan.
Hal ini juga penting untuk menjaga agar semua karyawan tetap ingat akan maksud
dan tujuan perusahaan.
Pelajaran yang bisa diambil: Sekilas, tradisi ini mungkin
terlihat seperti aktivitas untuk “cuci otak” atau indoktrinasi. Tetapi, hal ini
merupakan cara Jepang untuk menanamkan semangat kerja bagi seluruh karyawannya.
Acara pagi ini berfungsi untuk terus mengingatkan misi dan visi perusahaan yang
perlahan bisa menjadi kabur seiring dengan sibuknya hari-hari kerja.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Ingatkan diri Anda setiap
kali duduk di tempat kerja—apa yang sebenarnya Anda kerjakan. Refresh kembali
visi, misi dan tujuan jangka panjang dalam benak Anda. Tetaplah sadar akan
betapa pentingnya kerja sama tim dan seluruh perusahaan untuk mencapai tujuan
tersebut. Buat daftar dari slogan Anda sendiri supaya bisa dibaca dan diingat
lagi jika Anda sedang hilang atau patah semangat.
Muka
Serius Tanpa Ekspresi
Anda tidak akan pernah melihat muka-muka datar tanpa
ekspresi, seperti yang Anda lihat di kantor-kantor Jepang. Sesekali mungkin ada
karyawan yang tertawa, tetapi para pekerja pada umumnya akan menunjukkan
ekspresi muka yang datar dan serius, khususnya saat meeting. Mereka berbicara
dengan nada yang rendah dan teratur. Mereka bahkan kerap menutup mata ketika
mendengar dan memperhatikan pembicara—kebiasaan ini sering disalahartikan oleh
orang asing yang tidak mengerti, sebagai tanda kebosanan.
Pelajaran yang bisa diambil: Orang Jepang menganggap tempat
kerja sebagai tempat yang harus dihormati. Mereka jarang bercanda kecuali pada
waktu luang atau istirahat. Jarang sekali ada kontak fisik antarpekerja,
apalagi menepuk punggung atau kepala.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Bagi kita, suasana kerja
yang terlalu kaku dan formal mungkin terkesan menyiksa. Anda tidak perlu
memperlakukan lingkungan kantor seperti tempat yang sakral, tetapi juga jangan
berlaku seenaknya seperti di rumah sendiri. Sikap profesional tetap diperlukan
untuk meningkatkan produktivitas. Hormati pekerjaan dan hormati orang lain.
Jaga volume suara dan tertawa, karena Anda tidak bekerja sendirian di kantor.
Getol
Kerja, Getol Hiburan Juga
Setelah melalui waktu kerja, para pekerja Jepang siap untuk
bersantai—sangat santai bahkan. Mengunjungi bar demi bar setelah jam kerja
adalah hal yang umum—bahkan sudah menjadi tradisi. Jika lingkungan kerja
merupakan tempat yang formal dan resmi, bar adalah tempat para pekerja Jepang
berhura-hura. Salah satu tempat favorit adalah karaoke bar, dimana semua orang
diharapkan untuk ikut bernyanyi—walaupun ada dari mereka yang tidak bisa
menyanyi. Selain itu, klub-klub malam juga menjadi tempat favorit, tidak hanya
untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan hiburan, tetapi juga untuk saling berbagi
informasi dan memperkuat tali persaudaraan dalam suatu tim.(Majalah
MARKETING/Ivan Mulyadi)
(Hidupberkah.com)
0 Response to "Etika Bisnis Negeri Matahari Terbit "
Post a Comment